Aliran Pemikiran Islam

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menuju masa yang semakin berkembang ini, tidak lepas andil dari para pemikir dan aktivis islam. Pasca lengsernya Soeharto, aliran pemikiran islam sudah semakin jelas, dan gerakannya pun kian tertata. Menurut Bahtiar Effendy, ada tiga kategori konsep pemikiran islam di Indonesia. Ketiganya merupakan respon terhadap situasi dan kondisi sosial-politis yang terjadi pada masa orde baru.
Pertama, aliran pemikiran yang menitikberatkan kepada Pembaruan Teologis. Menurut aliran pemikiran ini, islam tidak bisa berpengaruh dalam panggung politik Indonesia karena para pemimpin dan aktivis islam yang terdahulu mematok pandangan keagamaan tentang urusan-urusan politik (duniawi) dalam cara yang formalitas dan ‘kakuh’ dalam orientasinya. Menurut mereka, apabila rumusan teologi ini sedikit dibuat lebih fleksibel dan adaptif, maka kemungkinan sebuah perpaduan yang harmonis antara islam dan Negara. Penganut aliran pemikiran ini menyerukan corak perjuangan politik islam yang lebih kepada substansi perubahan atau perbaikan tatanan bangsa serta tidak bersifat gerakan simbolis islam belaka.
Kedua, aliran pemikiran yang memfokuskan diri pada Reformasi Politik. Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa masalah tidak harmonisnya hubungan antara islam politik dan Negara, dapat perlahan-lahan diatasi dengan cara melibatkan diri secara langsung dalam urusan utama proses-proses politik dan birokrasi Negara. Artinya, tokoh-tokoh islam mesti berpartisipasi aktif pada lini-lini penting di pemerintahan baik di lingkup Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif.

Ketiga, aliran pemikiran yang Concern terhadap Transformasi Sosial. Aliran ini lebih berorientasi pada pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah. Mereka melihat bahwa kekalahan politik islam dimasa lalu, selain karena masalah strategi juga dikarenakan basis sosial ekonomi umat islam yang lemah. Masyarakat selama ini hanya memikirkan bagaimana terpenuhinya kebutuhan ekonomi yang mendesak bagi pribadi dan keluarga saja.
Gerakan islam paripurna adalah gabungan sumber daya dan potensi yang ada serta memiliki pola pemikiran yang matang. Dan ini hanya bisa diraih bukan dengan menganut salah satu aliran pemikiran saja, tetapi hanya bisa diraih ketika kita mampu menggabungkan substansi positif dari semua aliran pemikiran menjadi sebuah padanan yang seimbang.
Dalam hal teologis, Kita mesti lihai memilah wilayah mana yang patut dilakukan pembaruan (Mutaghoyirrat) dan mana yang tidak bisa (tsawabit). Dalam bidang politik misalnya, kita paham bahwa islam tidak bisa dipisahkan dari politik. Anis Matta pernah mengatakan : “Dalam perspektif islam, politik adalah subsistem islam. Dalam konteks proposal pembangunan islam, dakwah harus mempunyai power dan dukungan kekuasaan untuk merealisasikan islam dalm kehidupan masyarakat secara menyeluruh“
Kita juga mesti peduli dalam hal transformasi sosial, diantaranya dengan cara melakukan pendidikan politik terhadap umat islam. Bisa melalui pendekatan psikologis, terutama yang berhubungan dengan meningkatkan potensi diri serta kesadaran untuk terlibat dalam proses perubahan.
Pembaruan Teologis, Reformasi politik dan transformasi sosial harus dilakukan pada saat yang bersamaan dan saling optimal satu sama lain. Tapi, proses ini bukan hal yang mudah, diperlukan orang-orang yang faham dan cerdas. Faham terhadap dalil dan referensi keislaman, serta cerdas dalam menentukan sikap dalam menghadapi realitas yang ada. Dan disini peran petinggi gerakan sangat diutamakan.

Tidak ada komentar: